Langsung ke konten utama

ANALYSIS KEBISINGAN TERMINAL PENUMPANG/ BIS
BANDA ACEH

Bidang Teknik Produksi Pemesinan
Jurusan Teknik Mesin
Universitas Syiah Kuala



ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui kenyamanan dan mitigasi kebisingan yang terjadi akibat aktivitas yang terjadi di kawasan terminal penumpang Banda Aceh. Kebisingan tersebut dapat timbul dari berbagai aktivitas di komplek terminal serta kebisingan yang di timbulkan oleh komponen-komponen di sekitar terminal. Teknik pengambilan data yang dilakukan adalah dengan cara memvariasikan waktu secara linier, kemudian mengukur tingkat kebisingan yang di timbulkan dengan menggunakan Sound Analyzer TES-1358. Titik-titik pengamatannya adalah: pos jaga sebelah barat (T1) dengan kebisingan tertinggi 86,6 dBA , pos jaga sebelah timur (T2) dengan kebisingan tertinggi 83,3 dBA, kantor pusat dan Hall (T3) dengan kebisingan tertinggi 82,6 dBA, mushalla (T4) dengan kebisingan tertinggi 80,6 dBA, area parkir AKDP (T5) dengan kebisingan tertinggi 81,8 dBA , loket AKDP (T6) dengan kebisingan tertinggi 92,1 dBA, ruang tunggu AKDP (T7) dengan kebisingan tertinggi 82,7 dBA, keberangkatan AKDP (T8) dengan kebisingan tertinggi 84,1 dBA, ruang tunggu AKAP (T9) dengan kebisingan tertinggi 95,0 dBA, area parkir (T10) dengan kebisingan tertinggi 84,6 dBA, kantin (T11) dengan kebisingan tertinggi 85,6 dBA, perumahan penduduk sebelah barat (T12) dengan kebisingan tertinggi 67,3 dBA, perumahan penduduk sebelah timur (T13) dengan kebisingan tertinggi 67,5 dBA, perumahan penduduk sebelah selatan (T14) dengan kebisingan tertinggi 69,3 dBA. Tingkat polusi suara pada komplek terminal penumpang Banda Aceh telah melampaui batas yang sangat variatif telah menghasilkan kebisingan yang sudah menimbulkan dampak pada masyarakat yaitu lebih besar dari 70 dBA (Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987). Yaitu telah melebihi ambang batas tingkat kebisingan terminal bis yaitu sebesar 70 dBA yang bisa menyebabkan kerusakan pendengaran.

Kata kunci: Mitigasi kebisingan, standar kebisingan,


BAB I
PENDAHULUAN
1.1              Latar Belakang
Setiap aktivitas manusia disadari atau tidak, dapat menjadi sumber bising. Seiring perkembangan zaman manusia pun membutuhkan sarana terminal angkutan umum untuk penunjang aktivitas sehari-hari. Namun, kebanyakan aktivitas dalam suatu terminal sangat bising pada saat-saat keberangkatan dan kedatangan penumpang yang dapat menimbulkan gangguan kenyamanan pada penumpang, pegawai terminal dan para sopir maupun masyarakat sekitarnya.
Kebisingan adalah bentuk energi yang bila tidak disalurkan pada tempatnya akan berdampak serius bagi kesehatan manusia dan lingkungan. Upaya pengawasan dan pengendalian kebisingan  menjadi faktor yang sangat menentukan kualifikasi suatu terminal dalam menangani masalah lingkungan yang muncul. Kebisingan merupakan salah satu aspek lingkungan yang perlu diperhatikan. Karena termasuk polusi yang mengganggu dan  bersumber pada suara/bunyi. Oleh karena itu bila bising tidak dapat dicegah atau dihilangkan, maka yang dapat dilakukan yaitu mereduksi dengan melakukan pengendalian melalui berbagai macam cara. Kebisingan kota-kota besar di Indonesia sudah melewati ambang batas, sehingga tidak hanya menyebabkan gangguan pendengaran dan ketulian, tetapi juga membahayakan kesehatan fisik dan psikis masyarakat maupun lingkungan secara umum, terlihat dari fakta-fakta sebagai berikut: Angka gangguan pendengaran telah mencapai 16,8 % dari jumlah penduduk Indonesia. 10,7 % anggota masyarakat yang melakukan aktivitas di sekitar jalan raya di Jakarta (pedagang kaki lima, polisi lalu lintas, tukang parkir, tukang koran, dan lain-lain) mengalami gangguan pendengaran akibat bising. Pekerja pabrik baja usia 30-46 tahun, 61,8 % mengalami gangguan pendengaran akibat bising. Kebisingan di jalan raya kota-kota besar Indonesia telah mencapai 80 dBA, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dBA.
Saat ini banyak kota-kota di Indonesia yang mengalami perkembangan yang sangat pesat, terutama pada sarana transportasi dan perluasan daerah pemukiman. Dampak dari perkembangan tersebut antara lain banyaknya pemukiman yang berhadapan langsung dengan jalan raya, bandara, terminal ataupun rel kereta api sehingga menimbulkan dampak negatif antara lain kebisingan. Oleh karena itu untuk menjaga kenyamanan dan kelestarian lingkungan pemukiman, diperlukan usaha-usaha manusia yang bertujuan untuk meminimumkan dampak negatif tersebut. Kebisingan di banyak mal dan fasilitas rekreasi keluarga telah mencapai 90-97 dBA, sementara ambang batas yang diperkenankan hanya 70 dBA. Perubahan perilaku menjadi mudah marah dan agresif, sehingga menjadi pemicu tindak kekerasan yang kerap terjadi di ruang-ruang publik ditengarai sebagai akibat dari kebisingan. Hal tersebut diakibatkan oleh makin meningkatnya sumber-sumber polusi kebisingan di sekitar kita, antara lain: Meningkatnya jumlah kendaraan bermotor di kota-kota besar. Penggunaan perangkat pengeras suara di ruang-ruang publik (mal, tempat rekreasi keluarga, tempat-tempat ibadah, bandara, terminal bis dan kereta api yang tidak mengindahkan ambang batas kebisingan serta penataan akustik dari bangunan yang tidak memenuhi syarat.
Gaya hidup masa kini (penggunaan alat-alat teknologi yang menghasilkan kebisingan) yang tidak bijaksana dan tidak memperhitungkan risiko gangguan pendengaran, seperti stereo sistem, knalpot modifikasi, balap motor liar, pemutar rekaman digital, telepon genggam, peralatan rumah tangga elektronik, dan lain-lain. Aktivitas masyarakat yang meningkat dari waktu ke waktu di berbagai bidang, sehingga tingkat kebisingan lingkungan juga meningkat, misalnya pada malam hari sekalipun, saat ini sulit menemukan kawasan yang hening. Kegiatan konstruksi di kawasan-kawasan tertentu (pemukiman, sekolah, rumah sakit, dan lain-lain) yang tidak mengindahkan peraturan yang berlaku.

1.2              Tujuan Penelitian
Penulisan Tugas Akhir ini pada dasarnya bertujuan untuk menanggulangi kebisingan yang terjadi di lingkungan terminal Bis Banda Aceh.

1.3              Batasan Masalah
            Dalam penelitian ini, batasan-batasan masalahnya meliputi:
a.    Kebisingan yang terdengar pada karyawan dan petugas operasional Terminal tersebut.
b.    Kebisingan yang terdengar oleh setiap penumpang yang berada di terminal Bis Banda Aceh yang diakibatkan oleh tingginya kebisingan dari suara kendaraan penumpang umum dan suara-suara lain disekitar terminal tersebut.


BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1       Pengertian Gelombang
Gelombang adalah bentuk dari getaran yang merambat pada suatu medium. Pada gelombang yang merambat adalah gelombangnya, bukan zat medium perantaranya. Satu gelombang dapat dilihat panjangnya dengan menghitung jarak antara lembah dan bukit (gelombang tranversal) atau menghitung jarak antara satu rapatan dengan satu renggangan (gelombang longitudinal). Cepat rambat gelombang adalah jarak yang ditempuh oleh gelombang dalam waktu satu detik, Adapun jeni-jenis gelombang adalah :
2.1.1        Gelombang Transversal
Gelombang transversal adalah gelombang yang arah rambatannya tegak lurus dengan arah rambatannya. Satu gelombang terdiri atas satu lembah dan satu bukit, misalnya seperti riak gelombang air, benang yang digetarkan, dan sebagainya. Menurut arah getarnya Gelombang transversal adalah gelombang yang arah getarnya tegak lurus terhadap arah rambatannya. Contoh: gelombang pada tali, gelombang permukaan air, gelobang cahaya, dan lain-lain.


Gambar 2.1 Gelombang  Transversal

2.1.2        Gelombang Longitudinal
Gelombang longitudinal adalah gelombang yang merambat dalam arah yang berimpitan dengan arah getaran pada tiap bagian yang ada. Gelombang yang terjadi berupa rapatan dan renggangan. Contoh gelombang longitudinal seperti pegas yang ditarik ke samping lalu dilepas.



Gambar 2.2 Gelombang Longitudinal

2.2  Pengertian Bunyi
Bunyi adalah suatu bentuk gelombang longitudinal yang merambat secara perapatan dan perenggangan terbentuk oleh partikel zat perantara serta ditimbulkan oleh sumber bunyi yang mengalami getaran. Suhu udara yang lebih panas atau lebih dingin mempengaruhi kecepatan bunyi di udara, semakin rendah suhu udara makan cepat rambat bunyi, semakin cepat karena partikel udara lebih banyak. Bunyi tidak dapat terdengar pada ruang hampa udara karena bunyi membutuhkan zat perantara untuk menghantarkan bunyi baik zat padat, cair maupun gas. Pemampatan dan peregangan udara ini merambat menjauhi sumber suara dengan jarak yang tetap sehingga membangkitkan gelombang longitudinal yang berbentuk sinusoidal. Oleh karena itu dapat ditentukan beberapa besaran fisis gelombang, yaitu:

1.      Perioda (T) adalah waktu yang diperlukan oleh gelombang untuk membentuk satu siklus lengkap yang dinyatakan dalam detik.
2.      Frekuensi (f) adalah jumlah siklus lengkap yang terjadi setiap unit waktu T dengan besaran siklus/detik atau Hertz (Hz).

3.      Jarak antara dua daerah pemampatan atau peregangan yang berurutan disebut panjang gelombang (λ) dengan satuan meter (m).

2.2.1        Gelombang Bunyi
Gelombang bunyi adalah gelombang yang dirambatkan sebagai gelombang mekanik longitudinal yang dapat menjalar dalam medium padat, cair dan gas. Gelombang bunyi ini merupakan getaran molekul-molekul zat dan saling beradu satu sama lainnya. Namun demikian zat tersebut terkoordinasi menghasilkan gelombang serta mentransmisikan energi meskipun tidak pernah terjadi perpindahan partikel. Ketika bunyi menumbuk suatu batas dari medium yang dilewatinya, maka energi dalam gelombang bunyi dapat diserap, dipantulkan atau diteruskan oleh batas tersebut. Pada umumnya terjadi pada derajat tingkat yang berbeda, tergantung pada jenis batas yang dilewatinya. Suatu gelombang bunyi memancar dengan kecepatan bunyi dan gerakan seperti gelombang. Jarak antara dua titik geografis (yaitu dua titik dimana tekanan bunyi maksimal dihasilkan) yang dipisahkan hanya oleh satu periode dan menunjukan tekanan bunyi pada titik sembarangan berubah secara periodik, jumlah berapa kali naik turunnya ini berulang dalam satu detik dinamakan frekuensi. Hubungan antara kecepatan bunyi (c), panjang gelombang (λ) dan frekuensi (f)

Manusia mendengar bunyi saat gelombang (getaran di udara atau medium lainnya) sampai ke gendang telinga manusia kira-kira 20 Hz sampai 20 kHz pada amplitudo umum dengan berbagai variasi dan grafik responnya. Frekuensi bunyi diatas 20 kHz disebut ultrasonik dan dibawah 20 Hz disebut infrasonik (Himawanto 7).

2.2.2  Perambatan dan Kecepatan Gelombang Bunyi
 Rambatan gelombang bunyi disebabkan oleh lapisan perapatan dan peregangan partikel-partikel udara yang bergerak kearah luar, yaitu karena penyimpangan tekanan. Partikel-partikel udara yang meneruskan gelombang bunyi tidak berubah posisi normalnya partikel-partikel tersebut hanya bergetar pada posisi kesetimbangannya, yaitu posisi partikel jika tidak ada gelombang bunyi yang diteruskan. Kecepatan rambat gelombang bunyi di udara berpengaruh pada temperatur.
2.3  Pengertian Suara
Suara didefinisikan sebagai vibrasi (getaran) yang ditransmisikan melalui suatu medium elastis (misalnya udara) yang kemudian diterima dan dipersepsi oleh telinga manusia. Hal ini berarti ada tiga unsur pokok yang menyebabkan terjadinya suara, yaitu adanya sumber getar, adanya medium elastis sebagai penghantar getaran dan adanya penerima. Ada 4 kondisi fisis yang dibutuhkan agar suara dapat terdengar oleh manusia, yaitu sebagai berikut:
1.      Harus ada medium elastis yang memiliki inersia sehingga memungkinkan energi suara dapat merambat atau berpropagasi, medium tersebut mungkin berbentuk gas (udara), cairan atau padat.
2.      Harus ada suatu ruang (virtual) terlokalisir dimana sumber getar (suara) berada. Getaran dari sumber ini akan menyebabkan medium di sekitarnya ikut bergetar sesuai dengan karakteristik getaran yang ditimbulkan oleh sumber tersebut. Getaran yang diterima oleh medium ini menyebabkan terjadinya ‘gangguan’ medium tersebut dari kondisi seimbangnya.
3.      Gangguan ini berlanjut dari satu titik ke titik yang lain di dalam ruang (virtual) di sekitar sumber suara  atau dapat disebutkan bahwa gangguan mengalami propagasi dengan kecepatan tertentu.
Arah rambatan partikel udara searah dengan arah transmisi gelombang sehingga disebut gelombang longitudinal.
Pada suatu posisi tetap selama terjadi transmisi, gelombang mengalami tekanan positif pada suatu saat dan tekanan negatif pada saat kemudian. Hal ini berlanjut berulang selama terjadi transmisi gelombang sehingga pada posisi tersebut akan terjadi fluktuasi (positif dan negatif) tekanan udara. Perubahan tekanan udara ini disebut tekanan akustik.
4.      Gangguan yang dirambatkan melalui medium elastis tersebut kemudian tiba dan ditangkap oleh daun telinga. Rambatan energi getaran ini di dalam telinga manusia mengalami proses yang cukup rumit sampai manusia disebut ‘mendengar’ suara.

2.4       Kebisingan (Noise)
Kebisingan (noise) Didefinisikan sebagai suara yang tidak dikehendaki (unwanted sound), misalnya yang merintangi terdengarnya suara-suara,dan sebagainya atau yang menyebabkan rasa sakit atau yang menghalangi gaya hidup. Kebisingan juga diartikan sebagai bunyi yang tidak diinginkan dari usaha atau kegiatan dalam tingkat dan waktu tertentu yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan manusia dan kenyamanan lingkungan (Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 48 Tahun 1996) atau semua suara yang tidak dikehendaki yang bersumber dari alat-alat proses produksi dan atau alat-alat kerja pada tingkat tertentu yang dapat menimbulkan gangguan pendengaran (Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor 51 Tahun 1999). Tanggapan manusia terhadap bising ini dapat dikelompokan dalam tiga bagian, yaitu tanggapan fisiologis, tanggapan psikologis, dan tanggapan fisio-psikologis.  Tanggapan manusia terhadap bising dengan tingkat intensitas yang tinggi (lebih dari 90 dBA) pada umumnya sama untuk semua orang, artinya semua orang akan merasa tuli atau sakit telinganya menerima bising tersebut. Hal ini juga menunjukan bahwa tanggapan yang terjadi adalah dominan tanggapan fisiologis, sedangkan tanggapan psikologis hampir tidak ada. Untuk bising yang lebih rendah (60-80 dBA) maka hampir setiap kelompok orang akan menanggapinya berbeda-beda. Ini berarti pengaruh psikologis mulai muncul, disamping pengaruh fisiologis yang cukup nyata. Oleh karena itu tanggapan manusia pada rentang tingkat bising ini dikategorikan sebagai tanggapan fisio-psikologis. Untuk tingkat bising yang lebih rendah lagi (50-60 dBA) maka hampir setiap orang akan menanggapinya berbeda-beda, oleh karena itu tanggapan yang muncul ketika seseorang berada pada lingkungan bising yang cukup rendah ini adalah tanggapan psikologis (Ardhana, 2000). Bising juga menyebabkan berbagai gangguan terhadap tenaga kerja atau karyawan seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan komunikasi dan ketulian, atau ada yang menggolongkan gangguannya berupa gangguan auditory misalnya, gangguan terhadap pendengaran  dan gangguan non auditory seperti komunikasi terganggu, ancaman bahaya keselamatan, menurunnya performance kerja, kelelahan dan stres.

2.5  Jenis-Jenis Bising
Sastrowinoto 9 menyebutkan.................
            Jenis-jenis kebisingan yang sering ditemukan:
1.    Bising terus menerus (continuous noise)
Bising terus menerus dihasilkan oleh mesin yang beroperasi tanpa henti, misalnya  blower, pompa, kipas angin, gergaji sirkuler, dapur pijar, dan peralatan pemprosesan).
2.    Bising terputus-putus (intermittent noise)
     Adalah kebisingan saat tingkat kebisingan naik dan turun dengan cepat, seperti lalu lintas dan suara kapal terbang di lapangan udara. Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu bising yang berlangsung secar tidak terus-menerus, melainkan ada periode relatif tenang, misalnya lalu lintas, kendaraan, kapal terbang, kereta api.
3.    Bising tiba-tiba (impulsive noise)
            Merupakan kebisingan dengan kejadian yang singkat dan tiba-tiba. Efek awalnya menyebabkan gangguan yang lebih besar, seperti akibat ledakan, misalnya dari mesin pemancang, pukulan, tembakan meriam, ledakan dan dari suara tembakan senjata api. Bising jenis ini memiliki perubahan intensitas suara melebihi 40 dBA dalam waktu sangat cepat dan biasanya mengejutkan pendengarnya seperti suara tembakan suara ledakan mercon, meriam.
4.    Bising berpola (tones in noise)
            Merupakan bising yang disebabkan oleh ketidakseimbangan atau pengulangan yang ditransmisikan melalui permukaan ke udara. Pola gangguan misalnya disebabkan oleh putaran bagian mesin seperti motor, kipas, dan pompa. Pola dapat diidentifikasi secara subjektif dengan mendengarkan atau secara objektif  dengan analisis frekuensi.
5.    Bising frekuensi rendah (low frequency noise)
     Bising ini memiliki energi akustik yang penting dalam range frekuensi 8-100 Hz. Bising jenis ini biasanya dihasilkan oleh mesin diesel besar di kereta api, kapal dan pabrik, dimana bising jenis ini sukar ditutupi dan menyebar dengan mudah ke segala arah dan dapat didengar sejauh bermil-mil.
6.    Bising impulsif berulang
     Sama dengan bising impulsif, hanya bising ini terjadi berulang-ulang, misalnya mesin tempa.

Berdasarkan pengaruhnya pada manusia, bising dapat dibagi atas :
1. Bising yang mengganggu (Irritating noise).
     Merupakan bising yang mempunyai intensitas tidak terlalu keras, misalnya mendengkur.
2. Bising yang menutupi (Masking noise)
     Merupakan bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas, secara tidak langsung bunyi ini akan membahayakan kesehatan dan keselamatan tenaga kerja, karena teriakan atau isyarat tanda bahaya tenggelam dalam bising dari sumber lain.
3. Bising yang merusak (Damaging/Injurious noise)
     Merupakan bunyi yang intensitasnya melampui Nilai Ambang Batas. Bunyi jenis ini akan merusak atau menurunkan fungsi pendengaran.
2.6       Efek Kebisingan
            Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap manusia, yaitu:
1.    Gangguan kenyamanan dan stress pada anak-anak.
2.    Kebisingan pada intensitas tinggi dan pemaparan yang lama dapat menimbulkan gangguan pada fungsi pendengaran dan juga pada fungsi non pendengaran yang bersifat subyektif seperti gangguan pada komunikasi, gangguan tidur, gangguan pelaksanaan tugas dan perasaan tidak tenang/mudah marah .
3.    Gangguan pendengaran sebesar 3,85 % untuk kebisingan impulsif dan gangguan pendengaran sebesar 27,78% untuk kebisingan kontinyu pada pekerja di industri kompor dan bengkel las Malang. Gangguan terhadap konsentrasi kerja yang dapat mengakibatkan menurunnya    kualitas dan kuantitas kerja.
4.    Gangguan dalam kenikmatan bekerja terutama pada orang yang sangat rentan terhadap kebisingan sehingga dapat menimbulkan rasa pusing, gangguan konsentrasi dan kehilangan semangat kerja. (Sastrowinoto 9).

Dampak kebisingan bagi pekerja:
Sastrowinoto 9 menyebutkan.................
a.    Gangguan Fisiologis
     Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu, apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba. Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10 mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucat dan gangguan sensoris.
    Bising dengan intensitas tinggi dapat menyebabkan pusing/sakit kepala. Hal ini disebabkan bising dapat merangsang situasi reseptor vestibular dalam telinga dalam yang akan menimbulkan efek pusing/vertigo. Perasaan mual,susah tidur dan sesak nafas disebabkan oleh rangsangan bising terhadap sistem saraf, keseimbangan organ, kelenjar endokrin, tekanan darah, sistem pencernaan dan keseimbangan elektrolit.
b. Gangguan Psikologis
     Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman, kurang konsentrasi, susah tidur, dan cepat marah. Bila kebisingan diterima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit psikosomatik berupa gastritis, jantung, stres, kelelahan dan lain-lain.
c.    Gangguan Komunikasi
     Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect (bunyi yang menutupi pendengaran yang kurang jelas) atau gangguan kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan ini menyebabkan terganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya. Gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan keselamatan seseorang.
d.   Gangguan Keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat menimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo) atau mual-mual.
e. Efek pada pendengaran
Pengaruh utama dari bising pada kesehatan adalah kerusakan pada indera pendengaran, yang menyebabkan tuli progresif dan efek ini telah diketahui dan diterima secara umum dari zaman dulu. Mula-mula efek bising pada pendengaran adalah sementara dan pemulihan terjadi secara cepat sesudah pekerjaan di area bising dihentikan. Akan tetapi apabila bekerja terus-menerus di area bising maka akan terjadi tuli menetap dan tidak dapat normal kembali, biasanya dimulai pada frekuensi 4000 Hz dan kemudian makin meluas ke frekuensi sekitarnya dan akhirnya mengenai frekuensi yang biasanya digunakan untuk percakapan.
f.     Penurunan daya dengar.
Penurunan daya dengar dapat dibagi dalam tiga kategori, yaitu:
Sastrowinoto 9 menyebutkan.................
1.    Trauma Akustik
     Trauma akustik adalah efek dari pemaparan yang singkat terhadap suara yang keras seperti sebuah letusan. Dalam kasus ini energi yang masuk ke telinga dapat mencapai struktur telinga dalam dan bila melampaui batas fisiologis dapat menyebabkan rusaknya membran thympani, putusnya rantai tulang pendengaran atau rusak organ spirale. Trauma akustik adalah setiap perlukaan yang merusak sebagian atau seluruh alat pendengaran yang disebabkan oleh pengaruh pajanan tunggal atau beberapa pajanan dari bising dengan intensitas yang sangat tinggi, ledakan-ledakan atau suara yang sangat keras, seperti suara ledakan meriam yang dapat memecahkan gendang telinga, merusak tulang pendengaran atau saraf sensoris pendengaran.
2.    Tuli Sementara (Temporary Threshold Shift)
     Tuli sementara merupakan efek jangka pendek dari pemaparan bising berupa kenaikan ambang pendengaran sementara yang kemudian setelah berakhirnya pemaparan bising, akan kembali pada kondisi semula. Tuli Sementara  adalah kelelahan fungsi pada reseptor pendengaran yang disebabkan oleh energi suara dengan tetap dan tidak melampui batas tertentu. Maka apabila akhir pemaparan dapat terjadi pemulihan yang sempurna. Akan tetapi jika kelelahan melampaui batas tertentu dan pemaparan terus berlangsung setiap hari, maka Tuli Sementara secara berlahan-lahan akan berubah menjadi tuli permanen. Tuli Sementara diakibatkan pemaparan terhadap bising dengan intensitas tinggi. Seseorang akan mengalami penurunan daya dengar yang sifatnya sementara dan biasanya waktu pemaparan terlalu singkat. Apabila tenaga kerja diberikan waktu istirahat secara cukup, daya dengarnya akan pulih kembali.
3.    Tuli Permanen (Permanent Threshold Shift)
                 Tuli permanen adalah kenaikan ambang pendengaran yang bersifat irreversible sehingga tidak mungkin tejadi pemulihan. Gangguan dapat terjadi pada syaraf-syaraf pendengaran, alat-alat korti atau dalam otak sendiri. Ini dapat diakibatkan oleh efek kumulatif paparan terhadap bising yang berulang-ulang selama bertahun.

Pengaruh yang ditimbulkan pada setiap tingkat bising dapat dilihat pada Tabel 2.1 berikut.
Tabel 2.1 Pengaruh Bunyi terhadap Fisiologis dan Psikologis Manusia
Bunyi (dBA)
Pengaruh terhadap Manusia
39-40
Tidak mengganggu
55-65
Penyempitan pembuluh darah dan peningkatan frekuensi denyut jantung
70
Kontinu akan berdampak penyakit jantung
80
Kelelahan mental dan fisik, psikomatis dan perasaan jengkel
90
Kerusakan alat pendengaran dan penurunan daya pendengaran
100
Kontinu dapat kehilangan pendengaran secara permanen dan pada waktu singkat dapat mengurangi daya dengar
120
Rasa nyeri dan sakit
150
Kehilangan pendengaran pada saat itu juga
Sumber: Sastrowinoto 9

 

Tabel 2.2 Kriteria Kebisingan

Menurut DOL OSHA

Waktu (jam/hari)
Tingkat Kebisingan (dBA)
8
6
4
3
2
1,5
1
0,5
<0,25
90
92
95
97
100
102
105
110
115
Sumber: Sastrowinoto 9.

Tabel 2.3 Nilai Ambang Kebisin   
Menurut Kep Menaker No. KEP-51/MEN/1999
Waktu Pemaparan per hari
Intensitas (dBA)
8
4
2
1
Jam
85
88
91
94
30
15
7,5
3,75
1,88
0,94
Menit
97
100
103
106
109
112
28,12
14,06
7,03
3,52
1,75
0,88
0,44
0,22
0,11
Detik
115
118
121
124
127
13
133
136
139
                            Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. KEP-51/MEN/1999

Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia No.718/Men/Kes/Per/XI/1987, tentang kebisingan yang berhubungan dengan kesehatan.

Tabel 2.4 Pembagian Zona Bising Oleh Menteri Kesehatan

No
Zona
Tingkat Kebisingan (dBA)
Maksimum yang dianjurkan
Maksimum yang diperbolehkan
1
A
35
45
2
B
45
55
3
C
50
60
4
D
60
70
   Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 718/Men/Kes/Per/XI/1987
Keterangan:
      Zona A    = tempat penelitian, rumah sakit, tempat perawatan kesehatan  dsb.
      Zona B     = perumahan, tempat pendidikan, rekreasi, dan sejenisnya.
      Zona C     = perkantoran, pertokoan, perdagangan, pasar, dan sejenisnya.
      Zona D    = industri, pabrik, stasiun kereta api, terminal bis, dan sejenisnya.

2.7       Kemampuan Pendengaran
            Tingkat tekanan bunyi minimum yang mampu membangkitkan sensasi pendengaran di telinga manusia disebut ambang kemapuan dengar. Kepekaan telinga berubah dengan nyata, bila bunyi berbeda frekuensinya (Doelle,1972). Telinga manusia dewasa umumnya hanya dapat menerima frekuensi bunyi antara 20 sampai 15.000 Hz (berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik, dengan intensitas atau tingkat kebisingan di bawah 80 dBA). Bila telinga menerima intensitas bunyi di atas 85 dBA dalam waktu 8 jam terus menerus, akan merusak telinga dan dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan tuli.

Tabel 2.5 Reaksi manusia terhadap kebisingan
Ukuran kebisingan (dBA)
Reaksi Manusia
< 40
Tidak ada Reaksi
45
Keluhan individu
50-55
Keluhan masyarakat
60-65
Peringatan masyarakat untuk mengambil tindakan
>70
Dampak pada masyarakat
       Sumber : Aziz 4
2.8    Volume dan Komposisi Lalu Lintas
         Bukhari dkk (1997 : 14) menyatakan volume lalu lintas adalah jumlah kendaraan yang melewati suatu titik atau tampang (melintang) jalan dalam satu satuan waktu.

Volume lalu lintas harian rata-rata (LHR), adalah jumlah lalu lintas dalam satu tahun dibagi dengan jumlah hari dalam satu tahun (365 hari). Lalu lintas harian rata-rata jarang  digunakan, kecuali untuk jalan yang bervolume tinggi. LHR tidak memberikan gambaran perubahan-perubahan penting tentang lalu lintas yang terjadi pada berbagai bulan dalam setahun, hari dalam seminggu dan jam dalam sehari. Volume lalu lintas dinyatakan dalam satuan mobil penumpang oleh karena itu setiap jenis kendaraan yang berbeda harus dikalikan angka emp (ekivalen mobil penumpang) untuk mendapatkan satuan yang sama, seperti terlihat pada Tabel 2.6 berikut ini. 

Tabel 2.6 Daftar konversi ke satuan mobil penumpang
NO
Jenis Kendaraan
Ekivalen mobil penumpang
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
Mobil penumpang / Jeep
Taksi
Pick up/Mobil barang ringan
Bus Besar/tingkat
Bus kecil (9-15 penumpang)
Mobil Barang (>2.5 Ton)
Gandengan/trailer
Bemo/bajai
Sepeda motor
Sepeda
Beca
Dokar/bendi
1.0
1.0
1.0
1.8
1.3
1.5
2.5
0.8
0.2
0.2
0.5
1.8

Sumber : Abubakar 1

2.9       Analisis Frekuensi
                        Suara yang kita dengar dalam kehidupan sehari-hari, seperti suara musik, pembicaraan dan kebisingan, kebanyakan tidak terdiri dari satu frekuensi, akan tetapi terdiri dari gabungan banyak frekuensi. Oleh karena itu diperlukan analisis frekuensi untuk mengetahui besarnya amplitudo masing-masing frekuensi sehingga dapat dilihat distribusi LP (dBA) dalam rentang frekuensi tertentu. Untuk melakukan analisis frekuensi ini diperlukan filter yang disebut band-pass filter. Dalam pengukuran akustik dikenal banyak jenis filter yang masing-masing mempunyai deret frekuensi tengah (filter) yang berbeda-beda. Jenis filter yang umum digunakan adalah filter 1/1 oktaf dan 1/3 oktaf. Jumlah frekuensi tengah untuk filter 1/1 oktaf lebih sedikit dibandingkan dengan 1/3 oktaf, sehingga analisis frekuensi suara menggunakan filter 1/3 oktaf akan lebih rinci (teliti) dibandingkan dengan 1/1 oktaf.
Filter 1/1 oktaf dan 1/3 oktaf :

Ø  Frekuensi tengah filter 1/1 oktaf (Hz) : 16, 31.5, 63, 125, 250, 500, 1000, 2000,   4000, 8000, 16000.
Ø  Frekuensi tengah filter 1/3 oktaf (Hz) : 16, 20, 25, 31.5, 40, 50, 63, 80, 100, 125, 160, 200, 250, 315, 400, 500, 630, 800, 1000, 1250, 1600, 2000, 2500, 3150, 4000, 5000, 6300, 8000, 10000, 12500, 16000.

Rentang frekuensi disekitar manusia bervariasi dalam keadaan normal, manusia dapat menerima suara dengan rentang frekuensi 20 Hz–20000 Hz. Infrasonik berada dalam rentang 1 Hz–20 Hz dan ultrasonik yang ada dalam rentang 20000 Hz-40000 Hz dapat mempengaruhi indra pendengaran manusia dan dapat menyebabkan gangguan. Tidak terlalu jelas contoh-contoh sumber suara yang mewakili rentang frekuensi tertentu. Telah disebutkan, secara normal telinga manusia dapat mendengar suara dengan rentang frekuensi 20 Hz-20000 Hz. Tetapi dengan bertambahnya usia, manusia mengalami penurunan persepsi secara bertahap terhadap frekuensi tertinggi yang didengarnya. Apabila dipapar terhadap tingkat bising yang tinggi, pendengaran dapat terganggu menyebabkan berkurangnya sensitifitas pendengaran terhadap tekanan suara yang rendah. Kerusakan pendengaran dapat pula menyebabkan pembatasan terhadap rentang frekuensi yang terdengar jelas.
2.10     Tingkat Tekanan Suara (SPL)
            Tingkat tekanan suara (SPL = Sound Presure Level) adalah harga logaritmis perbandingan antara tekanan suara di suatu titik tertentu dibandingkan dengan tekanan suara ambang dengar manusia (Threshold of Hearing) sebesar .
dimana pi dan p0 masing-masing adalah tekanan suara di titik tertentu dan tekanan suara ambang dengar manusia.
Tekanan suara ambang dengar manusia adalah tekanan suara dimana manusia mulai dapat mendengar suara tersebut, ini berarti manusia tidak dapat mendengar suara apabila tekanan suara tersebut berada dibawah harga tekanan suara ambang dengar manusia. Manusia juga tidak dapat “mendengar” jika tekanan suara mencapai atau melebihi ambang sakit (Threshold of Pain) yang besarnya sekitar 140 dBA. Oleh karena itu batas ambang dengar manusia berada pada dua ambang tekanan suara tersebut.


Gambar 2.3 Skala tekanan suara dan tingkat tekanan suara
Sumber : Zulfian 11

2.11     Bising Latar Belakang (Background Noise)
Suara langsung yang didengar harus cukup keras dan jernih agar dapat terdengar jelas dan dimengerti oleh pendengar. Yang dapat menggangu kejelasan suara langsung ini adalah bising. Bising latar belakang adalah semua suara yang terdengar tanpa ada suara dari percakapan. Bising latar belakang dapat bersifat kontinu, inter mittern (sekali-kali) ataupun acak. Bising latar belakang dapat berasal dari dalam dan luar ruangan. Dari dalam ruang bising berasal dari aktivitas pendengar dan penyalaan, operasional peralatan-peralatan di dalam ruangan. Dari luar ruangan bising dapat berupa bising lalu lintas ataupun aktivitas di luar ruangan yang masuk ke ruangan melalui celah terbuka dan struktur ruangan.

2.12     Kebisingan Lalu Lintas       
faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya kebisingan lalu lintas antara lain kecepatan kendaraan, volume lalu lintas, gradien jalan dan jenis permukaan jalan. Jenis mesin yang digunakan secara langsung juga mempengaruhi tingkat kebisingan yang dihasilkan, sepeda motor bermesin 2 langkah (2 Tak) menghasilkan tingkat kebisingan yang lebih tinggi dibandingkan sepeda motor dengan sistem mesin 4 langkah (4 Tak). Pada kendaraan roda empat juga dirasakan perbedaan tingkat kebisingan yang dihasilkan, mesin dengan bahan bakar bensin menghasilkan bising yang lebih rendah dibandingkan penggunaan mesin dengan bahan bakar solar (Anonim 2). Parameter jenis ban juga menghasilkan bunyi yang berbeda. Derau ban di yakini terjadi akibat interaksi antara permukaan ban dengan bidang sentuh (jalan). Dengan memandang bagian pejal (tapak ban) dari ban sebagai sumber bunyi yang mengakibatkan derau, maka terjadi getaran yang merambat sehingga menimbulkan gelombang akustik, pola getaran mengikuti pola harmonik dimana terdapat penundaan pada waktu tertentu sebelum getaran berikutnya dimana tapak ban berikutnya mengenai bidang sentuh (Yodi 10).        

2.13     Kriteria Kebisingan Lalu Lintas  
Kriteria kebisingan lalu lintas yang digunakan pada penelitian ini adalah Peringkat Energi Ekivalen atau Equivalen Energy Level (Leq). Peringkat Energi Ekivalen ini merupakan indeks kebisingan yang direkomendasikan oleh International Organization for Standardization (ISO).(Anonim2).  Besarnya intensitas yang ditimbulkan oleh lalu lintas akan berubah-ubah harganya menurut waktu, dengan demikian harga  dari tingkat suara ekivalen  juga merupakan  fungsi dari pada waktu, dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan sebagai berikut:

 Leq = ………………………………………… (2.7)
di mana:
             Leq    =  Peringkat Energi  Ekivalen, dBA;
             t       =  Waktu ;
             P      =  Tekanan bunyi, dBA
                         Pref   =  0,0002 Pa.
                        T       =  Interval waktu pengamatan

Tingkat tekanan bunyi  atau soud pressure level (SPL) adalah variasi dari  tekanan udara dan terukur berlaku pada area unit. tingkat tekanan bunyi secara normal diwakili pada suatu skala amplitudo logaritmis, yang memberi suatu hubungan lebih baik kepada persepsi pendengaran manusia. Tingkat tekanan bunyi kebanyakan suara bising berbeda menurut waktu. Sebagai konsekwensi dalam menghitung beberapa ukuran suara bising adalah   tekanan spontan yang harus terintegrasi di atas beberapa waktu interval.
2.14                 Frekuensi kebisingan
    Frekuensi adalah panjang gelombang. Tinggi rendahnya nada bunyi ditentukan oleh frekuensi getarannya, yakni makin tinggi frekuensinya, makin tinggi nadanya terdengar. Gelombang bunyi sebagai getaran yang dijalarkan akan membawa serta arus tenaga getar bunyi. Pada hakikatnya kepekaan pendengaran telinga manusia sangat tergatung pada frekuensi bunyinya (Anonim, 2000).  Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuran sejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau disebut juga spektrum frekuensi suara. Nada kebisingan dengan  demikian  sangat  ditentukan oleh  jenis-jenis frekuensi yang ada (Anonim).

BAB III
METODE PENELITIAN

Pada penelitian ini, pengukuran tingkat kebisingan tidak dilakukan pada keseluruhan gedung tapi dilakukan pada beberapa titik yang paling berpotensi menimbulkan kebisingan yang tinggi pada fasilitas publik yang ada di komplek terminal penumpang Banda Aceh. Kendaraan yang sedang parkir dan melintas di komplek terminal diukur tekanan suaranya, Pengukuran tingkat kebisingan dibedakan menurut jenis kendaraan, hal ini dilakukan untuk mendapatkan atau mengetahui titik mana yang paling tinggi  tingkat kebisingannya.


3.1              Metode Pengumpulan Data.
Data yang dibutuhkan  berupa data yang diperoleh langsung dari hasil pengamatan, yaitu data tingkat kebisingan yang ditimbulkan pada komplek terminal penumpang Banda Aceh dan data tingkat kebisingan latar (Background Noise). Data sekunder terdiri dari peta Pemerintah Aceh dan peta lokasi terminal penumpang Banda Aceh yang diperoleh dari Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah Kota Banda Aceh.
Adapun peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:
1.    Sound Analyzer TES-1358
2.    Standar tripod
3.    Kalibrator


Gambar 3.1. Sound Analyzer

3.2       Langkah-langkah Pengujian
Langkah-langkah pengujian adalah sebagai berikut:
1.    Tentukan lokasi atau titik pengukuran.
2.    Lakukan kalibrasi alat Sound Analyzer dengan menggunakan Calibrator pada SPL 114 dBA, Frekwensi 1000 Hz.
3.    Letakkan Sound Analyzer pada posisi titik ukur yang telah ditentukan, catat hasilnya yang tampil pada layar Sound Analyzer.


BAB IV
  HASIL DAN PEMBAHASAN
Berdasarkan data yang diperoleh, tingkat kebisingan di setiap titik pengamatan pada terminal penumpang Banda Aceh  yang terjadi bervariasi tergantung tingkat kesibukan aktifitas diterminal tersebut. Dengan jangkauan nilai kebisingan 30 – 100 dBA, maka hampir setiap orang yang berada di terminal akan menanggapi berbeda-beda. Ini berarti ada pengaruh psikologis, disamping pengaruh fisiologis. Sehingga dikategorikan sebagai tanggapan fisio­psikologis. Kebisingan seperti ini dapat mempengaruhi kesehatan penumpang dan petugas yang berada dilokasi terminal yang berujung pada penurunan kinerja. Dampak yang ditimbulkan antara lain: akan menyebabkan perubahan ambang batas pendengaran sementara jika terpapar dalam jangka waktu lama, rasa tidak nyaman ketika bekerja, stres meningkat, kejengkelan, hilang konsentrasi waktu bekerja, dan sakit kepala. Sedangkan pengaruh bagi masyarakat yang mungkin terjadi adalah rasa tidak nyaman, karena terpapar relatif singkat dan juga tergantung bagaimana konsumen menanggapi kebisingan tersebut.


4.1       Hasil  Penelitian
Berdasarkan hasil penelitian dengan menggunakan Sound Analyzer pada 1/3 oktaf dan dengan interval waktu 5 menit dan 15 menit setiap satu perolehan data. Dengan demikian langkah awal yang dilakukan adalah menghitung Background Noise (kebisingan latar) pada titik yang telah ditentukan (titik paling sibuk) untuk memudahkan pengambilan data kebisingan pada terminal. Data lengkap untuk tingkat kebisiingan latar dan data kebisingan disajikan pada lampiran. Berikut ini adalah Tabel 4.1 Hasil pengamatan kebisingan Background Noise pada titik yang paling sibuk (bising) pada siang hari.
Tabel 4.1  Hasil pengamatan Background Noise terminal penumpang Banda Aceh pada siang hari
Hari / Tanggal : Rabu / 28 Juli 2010
Cuaca              : Cerah
Oktaf               : 1/3
Interval            : 15 menit
No

Jam

lokasi
Frekwensi
250 Hz
500 Hz
1 KHz
2 KHz
4 KHz
8 KHz
L
W
1
11.03 – 11.18
T1
53,2
55,7
58,9
61,5
56,8
67,6
65,5
44,3
2
11.22 – 11.37
T5
58,0
59,4
54,1
57,9
55,4
64,9
66,1
46,7
3
11.40 – 11.55
T8
52,7
51,8
58,9
52,1
527
50,5
64,9
42,8
Sumber : Hasil Penelitian

64.9 dBA
66.1 dBA
65.5 dBA
Grafik  4.1 Background Noise tingkat kebisingan terminal penumpang Banda Aceh siang hari.
Sumber : Hasil Penelitian
Tabel 4.2  Hasil pengamatan Background Noise  terminal penumpang Banda Aceh pada dini hari.
Hari / Tanggal : Rabu / 28 Juli 2010
Cuaca              : Cerah
Oktaf               : 1/3
Interval            : 15 menit
No

Jam

lokasi
Frekwensi
250 Hz
500 Hz
1 KHz
2 KHz
4 KHz
8 KHz
L
W
1
00.02 – 00.17
T1
52,1
53,1
47,4
52,5
54,3
56,7
66,3
42,1
2
00.22 – 00.37
T5
54,3
52,7
59,2
61,0
58,9
61,8
67,8
45,8
3
00.44 – 00.59
T8
51,7
53,5
54,6
53,2
51,3
52,4
62,7
41,1
4
01.05 – 01.20
T10
53,1
53,7
52,8
47,8
52,1
56,0
65,4
42,8
5
01.35 – 01.50
T14
54,6
56,2
54,2
58,1
53,2
53,9
64,9
43,6
Sumber : Hasil Penelitian



Grafik 4.2 Background Noise tingkat kebisingan terminal penumpang Banda Aceh  dini hari.
Sumber : Hasil Penelitian

Tabel 4.3 Data hasil pengukuran kebisingan pada titik paling sibuk (bising) pada pagi hari.
Hari / Tanggal : Rabu/ 13 Oktober 2010
Cuaca              : Cerah
Oktaf               : 1/3
Interval            : 5 menit

No


Jam

Lokasi
Frekwensi
250Hz
500 Hz
1 KHz
2 KHz
4 KHz
8 KHz
L
W
1
07.08 – 07.13
T1
62,1
52,9
50,7
59,2
59,7
59,4
79,3
46,9
2
07.16 – 07.21
T1
58,2
50,8
48,3
56,9
62,0
60,8
86,6
51,0
3
07.24 – 07.29
T1
68,4
70,7
71,3
57,5
57,4
51,1
82,8
51,8
4
07.32 – 07.37
T1
70,4
79,8
79,3
73,0
74,5
65,7
81,2
69,6
5
07.54 – 07.59
T6
52,3
57,9
46,8
49,0
47,8
34,9
70,1
49,4
6
08.02 – 08.07
T6
58,1
48,7
42,4
44,7
38,5
31,1
75,1
51,2
7
08.10 – 08.15
T6
54,8
54,0
52,4
49,2
46,4
41,2
73,3
53,0
8
08.17 – 08.22
T6
65,0
64,3
59,1
54,7
51,6
41,8
81,3
82,0
9
08.47 – 08.52
T9
61,3
64,5
60,6
55,9
51,8
41,2
82,2
74,8
10
08.54 – 08.59
T9
63,5
67,9
64,9
63,5
57,4
48,8
83,1
80,5
11
09.03 – 09.08
T9
61,0
62,8
62,9
56,5
52,5
41,6
81,3
68,7
12
09.11 – 09.16
T9
59,2
66,1
60,8
55,6
50,5
42,2
82,0
68,1
13
09.34 – 09.39
T11
50,8
68,7
46,9
48,1
39,7
30,7
74,1
68,7
14
09.42 – 09.47
T11
51,2
45,7
40,8
38,0
34,6
36,5
69,5
57,3
15
09.49 – 09.54
T11
50,6
44,1
47,2
43,3
37,0
30,7
69,1
56,5
16
09.57 – 10.02
T11
51,7
45,0
49,8
40,9
36,7
30,7
70,8
56,0
Sumber : Hasil Peneltian



Grafik 4.3 Tingkat kebisingan tertinggi pada pagi
Tabel 4.4  Data hasil pengukuran kebisingan pada titik paling sibuk (bising) pada siang hari.
Hari / Tanggal : Kamis / 29 Juli 2010
Cuaca              : Cerah
Oktaf               : 1/3
Interval            : 15 menit

No

Jam

lokasi
Frekwensi
250 Hz
500 Hz
1 KHz
2 KHz
4 KHz
8 KHz
L
W
1
12.08 – 12.23
T13
61,1
59,2
47,6
54,9
58,7
64,8
66,1
57,8
2
12.35 – 12.50
T14
68,7
57,5
65,1
62,9
59,1
65,8
69,3
53,4
3
13.38 – 13.53
T1
53,9
41,9
46,2
43,8
47,4
63,8
71,1
42,9
4
14.01 – 14.16
T2
55,0
53,6
64,9
54,9
51,3
62,1
69,9
51,2
5
14.19 – 14.34
T3
56,5
67,2
64,3
62,1
56,9
58,3
72,2
53,6
6
14.38 – 14.53
T4
53,9
64,3
58,7
56,8
52,4
54,3
74,7
54.9
7
14.57 – 15.12
T5
53,9
62,5
65,8
62,6
44,7
61,7
76,7
54,3
8
15.16 – 15.31
T6
52,7
69,4
44,5
69,4
58,0
65,7
78,1
55,7
9
15.37 – 15.52
T7
51,5
64,2
63,8
61,8
64,1
62,9
76,8
54,0
Sumber : Hasil Penelitian

Grafik 4.4 Tingkat kebisingan tertinggi pada siang
Tabel 4.5 Data hasil pengukuran kebisingan pada titik paling sibuk (bising) pada malam hari.
Hari / Tanggal : Kamis / 14 Oktober  2010
Cuaca              : Cerah
Oktaf               : 1/3
Interval            : 5 menit

No


Jam

Lokasi
Frekwensi
250Hz
500 Hz
1 KHz
2 KHz
4 KHz
8 KHz
L
W
1
19.30 – 19.35
T1
64,1
48,7
48,3
55,3
53,1
37,3
71,3
68,2
2
19.37 – 19.42
T1
59,6
57,5
52,9
51,5
52,5
44,1
80,5
47,3
3
19.45 – 19.50
T1
60,4
55,6
53,3
52,8
51,2
43,6
85,5
56,5
4
19.53 – 19.58
T1
67,0
68,7
64,1
61,0
54,5
46,5
86,7
57,0
5
20.21 – 20.06
T6
57,3
77,5
57,8
48,7
46,0
36,0
77,8
47,8
6
20.08 – 20.13
T6
74,6
61,3
78,1
72,6
67,6
62,1
92,1
56,1
7
20.16 – 20.21
T6
79,6
81,4
78,0
75,3
70,4
68,2
87,2
50,5
8
20.24 – 20.29
T6
57,6
56,9
52,6
49,7
46,0
38,3
84,0
44,6
9
20.57 – 21.02
T9
73,4
67,3
56,1
59,9
55,6
60,4
95,0
46,9
10
21.04 – 21.09
T9
55,2
57,0
59,4
69,4
47,3
44,2
78,4
58,0
11
21.13 – 21.18
T9
65,5
69,2
69,1
58,7
51,7
61,8
82,4
87,0
12
21.20 – 21.25
T9
51,3
54,3
61,6
52,5
61,8
51,4
83,5
75,4
13
21.56 – 22.01
T11
62,5
57,9
69,9
53,7
67,4
48,7
85,6
81,8
14
22.03 – 22.08
T11
51,9
52,8
62,4
62,5
62,4
66,1
82,5
67,9
15
22.11 – 22.16
T11
62,2
57,1
50,8
65,9
60,5
64,2
83,8
64,2
16
22.19 – 22.24
T11
67,5
65,5
62,9
67,2
57,2
57,9
76,3
48,5
Sumber : Hasil Penelitian

Grafik 4.5 Tingkat kebisingan tertinggi pada malam hari
4.2              Pembahasan

Dari hasil pengukuran Background Noise yang tertera pada table dan grafik  diatas terdapat perbedaan tingkat kebisingan pada setiap titik pengamatan, disini dapat disimpulkan bahwa semakin banyak penumpang dan petugas di terminal penumpang Banda Aceh maka semakin tinggi pula tingkat kebisingan pada lokasi tersebut, hal ini di sebabkan oleh tidak tersedianya fasilitas pengamanan dan sefti untuk menanggulangi kebisingan yang melampaui batas kemampuan pendengaran manusia sehingga menyebabkan gangguan kenyamanan penumpang dan petugas dalam lingkungan terminal penumpang Banda Aceh. Pada dasarnya pengendalian kebisingan diluar ruangan ini dapat dilakukan terhadap sumbernya dengan cara desain akustik, dengan mengurangi vibrasi. Dapat juga dilakukan dengan melakukan pengendalian secara teknis (engineering control) dengan cara :
1.    Melakukan pemasangan penyerap bunyi
2.    Mengisolasi dengan melakukan peredaman (material akustik)
Berdasarkan Keputusan Menteri Tenaga Kerja Nomor Keputusan. 51/MENTERI/1999 tanggal 16 April 1999, pengendalian kebisingan dilakukan dengan mengatur waktu kerja perhari dengan tingkat paparan kebisingan seperti pada tabel 4.6 dibawah ini.
Tabel 4.6 Nilai ambang batas kebisingan
Waktu Pemaparan (Jam)
Intensitas kebisingan (dBA)
8
85
4
88
2
91
1
94
1/2
97
1/4
100
Sumber: Keputusan Menteri Tenaga Kerja No. 51/MENTERI/1999 tentang Nilai     Ambang Batas Faktor Fisika di tempat kerja.


BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1              Kesimpulan
Berdasarkan data-data hasil pengukuran, analisa data dan grafik, maka dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
1.  Tingkat kebisingan tertinggi di terminal Penumpang Banda Aceh yaitu 95 dBA.
2.    Tingkat polusi suara pada komplek terminal Penumpang Banda Aceh telah melampaui batas kebisingan karena volume lalu lintas yang tinggi dan komposisi terminal yang sangat variatif telah menghasilkan kebisingan yang sudah menimbulkan dampak pada masyarakat yaitu lebih besar dari 70 dBA (Peraturan Menteri Kesehatan No.718/Menteri/Kesehatan/Peraturan/XI/1987), yaitu telah melebihi ambang batas tingkat kebisingan terminal bis yaitu sebesar 70 dBA, yang bisa menyebabkan kerusakan pendengaran.
3.    Telinga manusia dewasa umumnya hanya dapat menerima frekuensi bunyi antara 20 sampai 15.000 Hz (berdasarkan perhitungan jumlah getaran sumber bunyi per detik, dengan intensitas atau tingkat kekerasan di bawah 80 dBA). Bila telinga menerima intensitas bunyi di atas 85 dBA dalam waktu 8 jam terus menerus, akan merusak telinga dan dalam jangka waktu panjang akan menyebabkan tuli (Doelle,1972).
4.    Tingkat kebisingan latar berkisar antara 64 hingga 68 dBA, tingkat bising tertinggi adalah saat jam sibuk yaitu pada pukul 07.00 WIB – 11.00 WIB, 13.00 WIB – 16.00 WIB dan pukul 19.00 WIB – 22.00 WIB.

5.2    Saran
Adapun saran-saran yang dapat di ajukan sebagai berikut:
1.    Salah satu solusi dengan memberikan  pembatas suara di tempat ruang tunggu penumpang dengan bahan kaca, karena Presentase material kaca masih memungkinkan, mengingat material kaca mampu mengurangi kebisingan dari luar sebesar 20 dBA atau menggunakan campuran jerami dengan resin, koefisien penyerapannya adalah 0,51 dBA (Loba Karya Ilmiah ke 42 yang diselenggarakan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) di Depok, Jawa Barat).
2.    Pemerintah harus peduli lagi tentang bagaimana cara menanggulangi kebisingan terutama pada terminal bis  yang kerap mengakibatkan bermacam-macam hal buruk pada kesehatan masyarakat yang timbul akibat tingginya kebisingan yang juga berdampak pada kenyamanan para wisatawan dalam dan luar negeri, sehingga  para wisatawan ini akan terhindar dari dampak tersebut dan akan selalu menjadi tempat wisata pilihan bagi para wisatawan.
3.    Selain kaca, kita dapat Memilih bentuk barrier yang cocok dan  benar-benar efesien utuk sebuah penyerap suara serta koefisien penyerapan yang sesuai.
4.    Data hasil penelitian ini dapat digunakan kembali untuk kajian lanjut.
KEPUSTAKAAN
1.    Abubakar, I., dkk, 1999, Rekayasa Lalu Lintas, Penerbit Direktorat Bina Sistem Lalu Lintas Angkutan Kota dan Direktorat Jendral Perhubungan Darat, Jakarta.
2.    Anonim, 1990, Acoustics-Determination of Occupational Noise Exposure and Estimation of Noise Induced Hearing Impairment, ISO, Geneva, Switzerland: International Organization for Standardization.
3.    Ardhana, Putra, I.B, 2000, Engineering Acoustics, ITB, Bandung.
4.    Aziz, H.A, 2002, Kawalan Pencemaran Udara dan Hingar, Pusat Pengajian Kejuruteraan Awam, Universitas Science Malaysia, Malaysia.
5.    Bukhari, R.A., dkk, 1997, Rekayasa lalu Lintas, Fakultas Teknik Universitas Syiah Kuala , Darussalam, Banda Aceh..
6.    Doelle, L.L, 1972, Environmental Acoustic, terjemahan Prasetio Lea, Institut Teknologi 10 November, Surabaya.
7.    Himawanto, 2007, Karakteristik Panel Akustik pada Frekuensi Rendah dan Frekuensi Tinggi, Jurnal Teknik Gelagar.
8.    Loba Karya Ilmiah ke 42, LIPI, Depok, Jawa Barat.
9.    Sastrowinoto, 1985, Penanggulangan Dampak Pencemaran Udara dan Bising dari Sarana Transportasi. ITB, Bandung.
10.Yodi, Dr. Agus, 2006, Masalah Ban , http://www. Masalahbanlpm.pdf.
11.Zulfian, 2000, Konsep Dasar Suara, Laboratorium Akustik – FT USK,    Banda Aceh.
12.http://osha.gov/. 2010, Tingkat Kebisingan, Luxor, Banda Aceh.


Lampiran A.1
Gambar A.1       : Peta Pemerintah Aceh
Sumber              : Dinas Pemukiman dan Prasarana Wilayah

PEMERINTAH ACEH





Lampiran A.2

Gambar  A.2      :  Peta Jaringan Jalan Kota Banda aceh
Sumber             :  Dinas. Pemukiman dan Prasarana Wilayah

BANDA ACEH


                             

Lampiran A.3




                     


Lampiran A.4
                                                       Pos jaga sebelah barat (T1)
    Gambar A. 4. 1 Gambar Titik Pengamatan

Area parkir AKDP (T5)


Loket AKDP(T6)
   Gambar A. 4. 2 Gambar Titik Pengamatan


Ruang tunggu AKDP(T7)

Keberangkatan AKDP(T8)


Ruang tunggu AKAP(T9)
   Gambar A. 4. 3 Gambar Titik Pengamatan


Area parkir AKAP(T10)        
 

Kantin (T11)



Perumahan penduduk sebelah barat(T12)
   Gambar A. 4. 4 Gambar Titik Pengamatan
                                    
Perumahan penduduk sebelah timur(T13)
 

  Perumahan penduduk sebelah selatan(T14)
Gambar A. 4. 5 Gambar Titik Pengamatan

Komentar

Postingan populer dari blog ini

KUMPULAN PANDUAN BELAJAR TEKNIK MESIN GERAK MELINGKAR DALAM KINEMATIKA Setiap hari kita selalu melihat sepeda motor, mobil, pesawat atau kendaraan beroda lainnya. Apa yang terjadi seandainya kendaraan tersebut tidak mempunyai roda ? yang pasti kendaraan tersebut tidak akan bergerak. Sepeda motor atau mobil dapat berpindah tempat dengan mudah karena rodanya berputar, demikian juga pesawat terbang tidak akan lepas landas jika terdapat kerusakan fungsi roda. Putaran roda merupakan salah satu contoh gerak melingkar yang selalu kita temui dalam kehidupan sehari-hari, walaupun sering luput dari perhatian kita. Permainan gasing merupakan contoh lainnya. Sangat banyak gerakan benda yang berbentuk melingkar yang dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari, termasuk gerakan mobil/sepeda motor pada tikungan jalan, gerakan planet kesayangan kita (bumi), planet-planet lainnya, satelit, bintang dan benda angkasa yang lain. Anda dapat menyebutnya satu persatu. Setiap benda yang bergerak mem

PERENCANAAN PROSES PEMBUATAN CENDRAMATA MESJID RAYA BAITURRAHMAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CAD/ CAM

KUMPULAN TUGAS AKHIR TUGAS AKHIR PERENCANAAN PROSES PEMBUATAN CENDRAMATA MESJID RAYA BAITURRAHMAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CAD/CAM diajukan untuk memenuhi sebagian dari syarat-syarat yang diperlukan untuk memperoleh Ijazah Sarjana Teknik Disusun Oleh: RAHMAT 0404102010056 JURUSAN TEKNIK MESIN FAKULTAS TEKNIK UNIVERSITAS SYIAH KUALA BANDA ACEH 2011 PERENCANAAN PROSES PEMBUATAN CENDRAMATA MESJID RAYA BAITURRAHMAN MENGGUNAKAN TEKNOLOGI CAD/CAM Oleh : RAHMAT 0 4 041020100 56 Teknik Produksi Pemesinan Jurusan Teknik Mesin Universitas Syiah Kuala Abstra k Bagi industri kecil dan menengah mesin CNC merupakan pendukung dalam proses manufaktur yang dapat menghasilkan produk yang berkualitas, dan dalam waktu yang singkat. Dalam menjalankan mesin CNC dibutuhkan operator yang handal dan menguasai mesin . Penelitian ini berhubungan dengan perencanaan proses pembuatan cendramata Mesjid Raya Baiturrahman menggunakan teknologi cad/cam . metodelogi proses perencanaan menggabungkan tahapan